Rumah Kontrakan Penuh Kenangan. Edisi mengenang rumah kontrakan yang penuh kenangan, penuh pembelajaran, dan penuh pengalaman. Ah apaan sih nis, rumah kontrakan aja pake dikenang ???Mungkin kedengarannya rada aneh ya, rumah kontrakan kok pake dikenang segala sih. Bukannya disimpen aja, pasti banyak momen susahnya tuh disitu.
Alhamdulillah Bisa Ngontrak
Meski saat itu kondisi perekonomian kami belum stabil, tapi saya sangat senang karena akhirnya bisa tinggal di rumah kontrakan, bagi saya yang terpenting adalah kita bisa bersama-sama. Karena saya dan suami sering banget LDM, bahkan setelah melahirkan saya harus LDM sampai anak kami berusia 1 tahun. Rasanya ketika sudah menikah terus LDM itu sangat menyiksa, hari-hari terasa hampa dan tak berwarna.
Hanya bisa berkomunikasi via WA dan Video Call saja rasanya aduh bener-bener tersiksa. Untuk itu satu hal yang patut saya syukuri meski belum punya rumah sendiri, tapi kebersamaan di dalam rumah kontrakan itu bagi saya adalah kebahagiaan yang tak ternilai dengan apapun.
Baca Juga: Ketika Rumah Tanggamu Diuji Bertubi-Tubi
Menjalankan Peran Dengan Maksimal
Di rumah kontrakan inilah saya belajar menjadi istri dan ibu sejati tanpa intervensi dari orang lain. Di rumah kontrakan ini saya belajar dan berusaha menjalankan peran saya dengan baik, belajar memanage waktu supaya segala pekerjaan rumah dapat terselesaikan tepat waktu.
Di kontrakan ini juga tempat saya latihan banyak hal, mulai dari latihan memasak, latihan ngurus anak sendiri, latihan ngurus rumah sendiri, ya pokoknya bener-bener mandiri deh. Masih tergambar jelas rutinitas harian yang saya kerjakan di rumah kontrakan. Rutinitas yang selalu sama setiap harinya, tak jarang membuat saya bosan.
Awalnya saya masih bingung gimana caranya bagi waktu supaya semua pekerjaan bisa selesai sambil ngurus anak. Saat itu posisi saya juga bekerja sebagai freelance menulis di salah satu media, selain itu saya juga membuat konten untuk youtube.
Setelah melewati hari demi hari saya mulai bisa dan terbiasa memanage waktu, saya yang biasanya bangun jam 05:30, mulai merubah kebiasaan jadi bangun paling lambat jam 05:00. Setelah shalat subuh saya langsung memulai aktivitas seperti berbelanja bahan yang akan di masak untuk sarapan, memasak, beberes rumah, memandikan anak, mencuci, nyetrika, menyediakan waktu untuk menulis atau untuk membuat konten dan berbagai pekerjaan lainnya yang saya kerjakan sendiri.
Gak hanya itu di rumah kontrakan saya dan suami juga belajar memahami karakter masing-masing setelah hadirnya buah hati, karena momen tinggal di rumah kontrakan bersama anak merupakan momen pertama bagi kami.
Suami saya yang memang super sibuk dengan pekerjaannya, sehingga saya pun tak enak hati jika harus meminta tolong urusan anak atau urusan rumah pada beliau yang pulang kerja terkadang larut malam. Jika saya masih bisa mengerjakan sendiri, maka ya saya kerjakan saja tanpa mengharapkan bantuan dari suami. Kecuali urusan memasang gas dan beli air galon hahaha.
Kalau urusan gas sebenernya bisa aja kalau udah kepepet, tapi kalau di rumah lagi ada suami ya saya minta tolong suami. Hehehe tapi kalau masalah galon udah diluar kemampuan saya ya, saya gak kuat mau angkat-angkat galon yang super berat.
Ya rumah kecil yang penuh memori, bagai mana mungkin saya bisa melupakannya. Disana saya benar-benar merasakan indahnya berumah tangga, meskipun kondisi perekonomian masih serba seadanya. Tapi nikmatnya keintiman di dalam rumah tangga benar-benar membuat saya bahagia. Sayangnya kami harus menyudahi memori indah itu, lantaran pekerjaan suami yang dipindah.
Saat ini saya sedang menikmati indahnya hidup bersama ibu mertua, karena lokasi kerja suami yang tidak jauh dari rumah ibu nya. Yah apapun itu semua sudah menjadi ketentuan Allah, saya hanya menjalaninya saja. Meski apa yang saya jalani saat ini tidak seindah sebelumnya, tapi saya percaya ada hal penting yang akan saya dapatkan dari proses yang saya jalani saat ini. Saya yakin suatu saat hal penting itu akan saya rasakan manfaatnya.
Baca Juga: Bangkit dari Titik Terendah dalam Hidup
Tetangga Rasa Saudara
Itulah yang saya rasakan selama hidup di perantauan, awalnya saya berpikir bahwa hidup di perantauan yang jauh dari keluarga pasti sangat sulit. Kalau ada apa-apa, mau minta tolong sama siapa? Pikiran seperti itu sangat menakuti diri saya. Namun ternyata setelah menjalaninya, benar-benar Allah ganti.
Hidup Merantau di rumah kontrakan siapa sangka saya dikelilingi orang-orang baik yang ramah dan Wellcome dengan pendatang. Tetangga sekitar kontrakan bagi saya sudah seperti keluarga, kita saling berbagi apapun yang kita punya, anak-anak kami saling bermain bersama, bahkan sampai saat ini komunikasi kita masih tetap terjaga, tak jarang pesan kerinduan selalu mereka sampaikan. Berharap jika suatu saat saya ke Malang, saya tetap menyempatkan diri untuk bersilaturahmi dengan mereka semua.
Mereka adalah bagian terpenting yang membuat hari-hari saya sebagai ibu rumah tangga terhindar dari kejenuhan, kehadiran mereka merupakan salah satu suport bagi saya yang selama 24 jam berada di rumah. Entah apa jadinya saya jika Allah tidak mentakdirkan saya bertetangga dengan orang-orang baik seperti mereka. Semoga suatu saat saya bisa mengunjungi mereka semua untuk melepas kerinduan yang sudah terpendam sejak lama.
Posting Komentar untuk "Rumah Kontrakan Penuh Kenangan"